Our Blog

Analisis Logam Pb di udara

Posted on Sabtu, 05 November 2011 Diposting oleh Teknik industri


Secara umum partikulat yang terdapat di udara adalah sebuah sistem fase multi kompleks padatan dan partikel-partikel cair dengan tekanan uap rendah dengan ukuran partikel antara 0,01 - 100 µm.  Kajian tentang akibat adanya partikulat difokuskan kepada peningkatan partikel-partikel di udara yang dapat terhirup melalui sistem pernafasan, misalnya partikel-partikel dengan ukuran diameter kurang dari 10 µm. 
Unsure logam berat juga dapat tersuspensi di dalam sistem partikulat yang terdapat di udara, misalnya logam Pb (timbal).  Salah satu pencemaran logam Pb di udara diakibatkan adanya emisi gas buang bahan bakar yang menggunakan Pb sebagai bahan aditif.  Timbal dalam keseharian biasa dikenal dengan nama Timah Hitam. Dalam timbal terdiri dari 4 (empat) macam :
1. Timbal 204 diperkirakan berjumlah sebesar 1,48 % dari seluruh isotop timbal
2. Timbal 206 ditemukan dalam jumlah 23,06 %
3. Timbal 207 sebanyak 22,60 % dari semua isotop timbal yang terdapat di alam
4. Timbal 208 adalah hasil akhir dari peluruhan radioaktif thorium (Th)
 Jumlah timbal yang ada di udara mengalami peningkatan yang sangat drastis sejak dimulainya revolusi industri di benua eropa. Emisi Pb masuk ke dalam lapisan atmosfer bumi dan dapat berbentuk gas dan partikel. Emisi Pb yang masuk dalam bentuk gas terutama berkaitan sekali berasal dari buangan gas kendaraan bermotor. Emisi tersebut merupakan hasil samping pembakaran yang terjadi dalam mesin-mesin kendaraan, yang berasal dari senyawa tetrametil-Pb dan tetril-Pb yang selalu ditambahkan dalam bahan bakar kendaraan bermotor yang berfungsi sebagai antiknock pada mesin-mesin kendaraan. Musnahnya timbal (Pb) dalam peristiwa pembakaran pada mesin yang menyebabkan jumlah Pb yang dibuang ke udara melalui asap buangan kendaraan menjadi sangat tinggi.

Senyawa tetraemil-Pb dan tetraetil-Pb dapat diserap oleh kulit. Hal ini disebabkan kedua senyawa tersebut dapat larut dalam minyak dan lemak. Sedangkan dalam udara tetraetil-Pb terurai dengan cepat karena adanya sinar matahari. Tetraetil-Pb akan terurai membentuk trietil-Pb, dietil-Pb dan monoetil-Pb. Semua senyawa uraian dari tetraetil-Pb tersebut memiliki bau yang sangat spesifik seperti bau bawang putih. Sulit larut dalam minyak, semua senyawa turunan ini dapat larut dengan baik dalam air. Senyawa Pb dalam keadaan kering dapat terdispersi di dalam udara sehingga kemudian terhirup pada saat bernapas dan sebagian akan menumpuk dikulit dan atau terserap oleh daun tumbuhan.
Adapun dampak dari tercemar logam Pb adalah menurunkan kecerdasan, mengganggu sistem pencernaan, menggangu sistem saraf, menurunkan fertilitas, meningkatkan aborsi spontan
Pengambilan sampel
Untuk melakukan analisis kandungan Pb yang terdapat diudara, maka metode pengambilan sampel yang digunakan adalah high volume sampler.  Di dalam pengambilan sampel laju alir udara harus dibuat  konstan atau tetap yaitu sebesar 1,70 m3/menit selama 24 jam.  Udara yang masuk dilewatkan melalui sebuah filter dengan ukuran 10 µm (PM10) Konsentrasi partikulat (µg/m3) di dalam udara ambient ditentukan dengan mengukur berat partikulat yang tertampung pada penyaring dan volume sampel udara yang masuk.  Setelah itu partikulat yang tertampung pada fiber glass dihitung dan selanjutnya diekstrak dengan menggunakan asam nitrat pekat.
Ekstraksi sampel
Sampel yang telah dikumpulkan pada filter selanjutnya diekstrak dengan menggunakan asam kuat atau ekstraksi gelombang mikro.  (metode IO-31).  Asam kuat yang lazim digunakan untuk destruksi logam Pb yaitu asam nitrat  pekat (HNO3 8 M), dimana Pb akan dioksidasi menjadi Pb2+.  Adapun reaksi oksidasi logam Pb tersebut dapat ditunjukkan pada persamaan reaksi sebagai berikut:
3Pb + 8HNO3 =3Pb2+ + 6NO3- + NO + 4H2O. 
Analisis sampel
Konsentrasi Pb ditentukan dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom (AAS).  Teknik operasi alat tersebut yaitu dengan mengukur perubahan energy analit dalam bentuk atom.  Sampel diuapkan dan diubah menjadi unsure dalam keadaan gas.  Atom akan mengalami eksitasi karena adanya radiasi dari lampu cekung katoda (Hallow Cathode Lamp / HCL) dari keadaan dasar (ground state) menjadi keadaan tereksitasi (excited state) dengan menyerap energi yang lebih tinggi.  Panjang gelombang untuk radiasi tersebut yaitu pada 283,3 nm. 
Penentuan kandungan atau konsentrasi logam Pb dilakukan dengan membuat kurva kalibrasi atau pembacaan langsung dari alat AAS.  Untuk dapat membuat kurva kalibrasi dilakukan dengan mengukur serapan (absorbansi) dari larutan standar yang dibuat dari bahan-bahan yang masuk kategori CRM pada berbagai jenis variasi konsentrasi, sehingga dari kurva kalibrasi akan diperoleh persamaan regresi linear y = ax + b, dimana:
y = absorbansi
x = konsentrasi
a =slope/kemiringan
b =intersep
Sampel yang telah diekstrak kemudian diukur absorbansinya, dan nilai dari absorbansi tersebut dikonversi ke dalam persamaan regresi linear untuk memperoleh konsentrasi logam Pb yang ada di udara.
Jaminan Kualitas  (Quality Assurance)
Untuk menjamin data hasil suatu suatu analisis dengan menggunakan alat F-AAS dapat diterima, maka perlu dilakukan hal-hal penting menyangkut analisis seperti kalibrasi alat, penentuan sensitivitas pengukuran, dan presisi pengukuran absorbansi.  Penentuan rentang konsentrasi terpakai atau useful concentration range (UCR) dilakukan untuk mengetahui daerah konsentrasi mana pengukuran dapat dilakukan dengan memiliki presisi yang mencukupi.  Penentuan sensitivitas, presisi pengukuran dan kalibrasi alat dilakukan pada setiap analisis, sedangkan penentuan UCR dapat dilakukan sekali saja untuk setiap unsure dan alat yang sama, dan selanjutnya tidak perlu diulangi lagi kecuali apabila terjadi perubahan untuk kerja alat F-AAS yang bersangkutan. 
Penentuan sensitivitas
Prosedur penentuan nilai blanko
1. Siapkan alat F-AAS menurut petunjuk pemakaian.
2. Aspirasikan larutan pembanding dan nol kan skala absorbans ( 100 % T).  Terus aspirasi sampai diperoleh sinyal yang stabil.
3. Pilih salah satu larutan kalibrasi yang mempunyai nilai absorbansi (A) antara 0,2 – 0,4 dan diharapkan berada dalam daerah yang linear dari kurvanya.  Dengan larutan ini tentukan kondisi alat yang optimal (tinggi dan posisi horizontal burner, nebulizer, laju alir gas dan sebagainya).
4. Dengan 3 kali pengulangan, diukur absorbansi larutan kalibrasi yang terpilih tersebut, memakai larutan pembanding untuk meng-nolkan skala absorbansi setiap selesai satu pengukuran dan dihitung nilai absorbansi rata-rata.
5. Dengan cara seperti 4, ukur larutan blanko (juga 3 kali) dan dihitung absorbansi rata-rata.
6. Dihitung nilai blanko dan sensitivitas dengan menggunakan persamaan dibawah ini.
a. Nilai blanko.
 CB=AB(C1/A1)
Dimana CB  = Konsentrasi analit dalam larutan blanko
  CA = Konsentrasi analit dalam larutan blanko
  AB = Absorbansi rata-rata larutan blanko
  A1i = Absorbansi rata-rata larutan kalibrasi 
b. Sensitivitas
Sensitivitas (S) adalah nilai konsentrasi analit yang memberikan nilai absorbansi = 0,0044 (ekivalen dengan 1 % T)
 S=0,0044(C1/A1)
Kepekaan dianggap cukup apabila nilainya sesuai dengan yang ditetapkan dalam manual alat minimal 75 % dari nilai tersebut.
Untuk pengukuran Pb sensitivitasnya adalah 0,5 µg/mLPenentuan Presisi pengukuran
Prosedur penentuan presisi pengukuran adalah:
a. Aspirasikan larutan pembanding dan nol kan skala absorbansinya
b. Ukur absorbansi dari larutan kalibrasi yang terpilih diatas.
c. Ulangi (a) dan (b) secara berurutan sebanyak 5 kali sehingga didapatkan 6 nilai absorbans dari larutan kalibrasi tersebut.
d. Hitung simpangan baku (standard diviation) dari 6 nilai tersebut.
Nb. Apabila simpangan baku relative (relative standard deviation, RSD) melebihi 1 % dari absorbansi larutan kalibrasi,mungkin terdapat penyebab dari alat tersebut yang perlu diperbaiki (kapiler tersumbat, burner terhambat oleh deposit, konsentrasi zat terlarut yang tinggi dalam larutan dan sebagainya.)
Cara penghitungan simpangan baku yang cepat:
s = (A-B) x 0,40
dimana A = nilai tertinggi, B = nilai terendah (dari 6 nilai absorbansi yang diperoleh).
Penentuan UCR (Useful Concentration Range)
Cara ini dilakukan guna menentukan nilai batas baeah dan batas atas (low and high limit) dari rentang konsentrasi yang dapat terpakai atau daerah konsentrasi yang memenuhi persyaratan pengkuran tertentu.
Untuk melihat hasil data yang dapat terpakai sebagi UCR, maka dibuat grafik hubungan antara RCE (Relative Concentration Equation dengan konsentrasi larutan yang terpakai untuk kalibrasi. 
Adapaun rumus dari RCE adalah:
 RCE= 100x(C2-C1/A2-A1)x(SA/C2)
Dimana C1 = konsentrasi larutan kalibrasi terdekat yang lebih rendah (A1 adalah absorbansinya)
C2 = konsentrasi larutan kalibrasi terdekat yang lebih tinggi (A2 adalah absorbansinya)
SA = simpangan baku untuk A2
Prosedur
a.  Lakukan 6 kali pengukuran absorbansi untuk 12 larutan kalibrasi.  Hitung nilai rata-rata absorbansi  masing-masing larutan serta simpangan baku (SA) masing-masing
b. Buat kurva kalibrasi, dan periksa bila ada anomaly dan koreksi bila perlu.
c. Hitung nilai RCE
d. Dibuat grafik RCE vs konsentrasi
Nilai RCE adalah ukuran presisi relative pengkuran AAS

Posting Komentar